Senin, 17 Oktober 2011

Susunan Al Qur'an

Susunannya dari Allah Ta'ala
Bahwa susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam Al Qur'an seperti yang sekarang ini ada adalah susunan yang dibuat oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam yang mendapat mandat dan pengawasan dari Allah melalui Malaikat Jibril. Bukan atas kesepakatan para sahabat atau umat Islam.

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (QS. 75:17)

Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (QS. 75:18)

Bila Malaikat Jibril membacakan wahyu dari Allah Ta'ala maka Nabi Muhammad diperintah mendengarkannya dan bila Malaikat Jibril telah selesai membacakannya maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam diperintah untuk mengikuti bacaan sesuai yang dibacakan Malaikat Jibril.

Malaikat Jibril setiap tahun pada bulan Ramadhan datang menemui Nabi untuk menjaga bacaan dan susunan Al Qur’an :
Fatimah berkata : Nabi Muhammad memberitahukan kepadaku secara rahasia, Malaikat Jibril hadir membacakan Al Qur’an padaku dan saya membacakannya sekali setahun, hanya tahun ini ia membacakan seluruh isi kandungan Al Qur’an selama dua kali. Saya tidak berpikir lain kecuali, rasanya, masa kematian sudah semakin dekat. (HR. Bukhari bab Fada'il Al Qur’an)
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassalam  berjumpa dengan Malaikat Jibril setiap malam selama bulan Ramadhan hingga akhir bulan, masing-masing membaca Al Qur’an silih berganti. (HR. Bukhari bab shaum)

Hadits-hadits diatas dan beberapa hadits yang lainnya memberikan gambaran bahwa sistem bacaan antara Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam dengan Malaikat Jibril adalah menggunakan sistem Mu'arada yaitu Malaikat Jibril membaca satu kali dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam mendengarkannya begitu pula sebaliknya.

Dengan sistem tersebut yang secara periodik dilakukan setiap bulan Ramadhan, memberikan jaminan bahwa susunan Al Qur’an yang sampai kepada umat Islam di seluruh dunia hingga saat ini adalah susunan yang sesuai dengan susunan yang Allah kehendaki.

Susunannya Unik, Itulah Keteraturannya
Kata orang-orang Orientalis dan orang-orang non-muslim, Al Qur’an susunannya tidak beraturan, tidak berdasarkan urutan waktu turunnya, tidak berdasarkan panjang pendeknya surat, tidak berdasarkan tempat turunnya dan tidak pula berdasarkan pokok bahasan. Semua anggapan itu benar adanya, memang tidak atas dasar itu semua, susunan Al Qur’an atas dasar apa yang tahu hanya yang membuat Al Qur’an yaitu Allah Ta'ala.

Namun, susunan yang dikatakan tidak beraturan tersebut, bagi yang mengkaji Al Qur’an justru akan menjumpai kemudahan-kemudahan menjadikan Al Qur’an sebagai tuntunan hidup, coba saja simak dengan hati yang jujur, ustadz-ustadz yang berdakwah jarang sekali yang membawa Al Qur’an, mereka dengan mudahnya menunjukkan ayat-ayat yang sesuai dengan pokok bahasan. Bila ada orang yang bertanya tentang sebuah masalah, seorang ustadz dengan mudahnya menunjukkan dalilnya dari Al Qur’an, inilah rahasia susunan Al Qur’an yang dibilang oleh orang-orang mereka tidak beraturan.

Satu lagi Mukjizat dari Al Qur’an yang dibilang tidak beraturan tersebut, berjuta-juta manusia dengan mudahnya menghafal Al Qur'an, baik tua, muda, laki-laki, perempuan, anak-anak, orang Arab ataupun orang Indonesia, bahkan orang China sekalipun yang mempunyai struktur bahasa sangat berbeda dengan bahasa Arab, bukankah ini mukjizat Al Qur’an yang menurut penilaian manusia tidak beraturan, bukankah yang tidak beraturan akan sulit dihafal ?, tetapi Al Qur’an mudah sekali dihafal, itu artinya Al Qur’an sangat beraturan susunannya, hanya manusialah yang tidak mempunyai ilmu mengetahui keteraturan Al Qur’an.

Tetapi pertanyaan bisa kita kembalikan kepada orang-orang Orientalis dan orang-orang non-muslim, mengapa tidak seorangpun dari mereka yang hafal kitab mereka yang mereka aku-aku disusun secara beraturan ?

Tentu setiap orang bila ditanya mana yang lebih mudah dihafalkan, apakah kalimat yang disusun secara beraturan atau kalimat yang disusun acak tidak beraturan, tentu setiap orang akan menjawab tentu akan mudah menghafal kalimat yang disusun beraturan, kalau memang jawabannya demikian berarti Al Qur’an telah disusun dengan beraturan, terbukti Al Qur’an telah dihafal oleh jutaan manusia dari dulu hingga sekarang, dari Arab sampai ke China. Tetapi kita tidak mendapati seorangpun yang hafal Bible dari dulu hingga sekarang dari Israel hingga Indonesia.

Satu lagi bukti, bahwa keunikan Al Qur’an adalah sebuah Mukjizat, apakah ada orang yang berhasil memalsukan Al Qur’an, padahal kalau Al Qur’an susunannya dibilang tidak beraturan, tentunya orang akan lebih mudah menyisipkan satu kata ke dalam Al Qur’an, tetapi ternyata semua tidak ada yang berhasil, baik orang-orang Orientalis maupun orang-orang Indonesia seperti yang pernah terjadi di Padang dan di Yogya.

Bumi Sebagai Analogi
Bila kita cermati bumi yang kita tempati ini, di mana-mana ada gunung, laut, daratan, hutan, danau, emas, batu-bara, mangga, apel, jeruk, durian dan lain sebagainya.

Kalau hukum keteraturan seperti yang diinginkan oleh orang-orang Orientalis dan orang-orang non-muslim, maka susunan gunung, daratan, lautan, danau, buah-buahan, hewan yang ada di bumi dapat dikatakan semrawut tidak terkelompokkan.

Padahal susunan bumi yang seperti itulah yang menjadikan kehidupan di bumi ini harmonis dan seimbang baik secara geografis maupun secara ekosistem.

Bisa anda bayangkan andaikata bumi ini diciptakan dengan susunan menurut otaknya orang-orang Orientalis di mana gunung-gunung ditempatkan di satu tempat, lautan mengumpul di tempat yang lainnya, daratan ditempat yang lain lagi, maka bumi ini akan berhenti berputar karena kehilangan keseimbangannya. Bukankah ketidakteraturan susunan gunung-gunung, lautan, daratan, lembah itulah yang justru menjadikan bumi berputar?.

Bukankah adanya buah-buahan, hewan, ikan dan lain sebagainya diseluruh belahan bumi ini menjadikan kehidupan dunia ini seimbang dan harmonis, bisa anda bayangkan andaikan di Indonesia ini tumbuh buah durian saja, di Thailand tumbuh beras saja, di Australia tumbuh gandum saja, di Amerika yang ada batu bara saja tidak ada hewan, buah-buahan dan air, maka tidak ada lagi keseimbangan dalam kehidupan di bumi ini.

Seperti yang pernah terjadi pada kaumnya Nabi Musa alaihisalam, dimana mereka tidak bisa tahan dengan satu makanan saja :

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata : "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu : sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merah-nya". (QS. 2:61)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. 2:164)

Begitulah Allah menciptakan bumi yang harmonis yang tumbuh buah-buahan dan menyebarkan bermacam-macam hewan di seluruh belahan bumi ini sehingga tercipta keharmonisan dan keseimbangan.

Seperti itu juga Al Qur’an disusun, ada kisah Nabi Adam pada surat Ali Imran, Al Maidah, Al A'raaf dan seterusnya, begitu juga tentang ayat-ayat aklaq, akidah, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya menyebar di beberapa surat. Hanya Allah yang mengetahui secara persi letak keteraturan dan keharmonisan Al Qur’an.

Pada halaman empat terdapat dua contoh penempatan ayat yang sepintas nampak tidak teratur tetapi setelah dikaji justru penempatan tersebut sangat mengagumkan.

Contoh-contoh Rahasia Penempatan Ayat-ayat Al Qur’an
Mari kita ambil satu contoh ayat dan penempatannya :

Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (QS 2:2).

Allah menegaskan pada awal-awal Al Qur’an dengan menyebut bahwa Al Qur’an adalah kitab yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, padahal Allah Subhana wata'ala bisa saja menyebutkan Al Qur’an sebagai kitab yang Agung, Mulya dan lain sebagainya pada awal-awal Al Qur’an.

Hal ini sebagai jaminan dari Allah dan jaminan harus diletakkan pertama kali agar orang-orang yang ingin mempelajari kandungan Al Qur’an lebih jauh mempunyai keyakinan bahwa Al Qur’an adalah kitab yang isinya tidak ada keragu-raguan sedikitpun, jaminan ini diperlukan karena Al Qur’an adalah kitab petunjuk yang tentunya tidak boleh ada keraguan sedikitpun dalam petunjuk tersebut.

Mari kita ambil lagi susunan ayat yang oleh orang-orang Orientalis dan orang-orang non-muslim dibilang tidak beraturan :
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.
Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 5:3)

Wahyu-wahyu tersebut tersusun dalam satu ayat, namun wahyu-wahyu tersebut tidak turun dalam waktu yang bersamaan, paragraf ketiga adalah wahyu yang turun terakhir, sementara paragrap pertama, kedua dan ke empat turun jauh sebelumnya.

Menurut orang-orang Orintalis dan orang-orang non-muslim susunan tersebut amburadul, lihat saja dari paragraf pertama yang bicara soal halal haram langsung loncat ke masalah tidak boleh takut kepada orang-orang kafir pada paragraf kedua, lalu disusul tentang kesempurnaan agama dan nikmat lalu loncat ke masalah makanan.

Sepintas sepertinya benar tuduhan mereka tentang ketidak-teraturan susunan Al Qur’an, tetapi justru susunan tersebut sangat teratur dan harmonis, lihat keteraturan ayat tersebut berikut ini :
Bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam diutus untuk memperbaiki aklaq manusia di mana mereka saat itu salah satunya adalah terbiasa memakan bangkai, mencekik hewan untuk dimakan supaya nikmat karena ada darahnya, mengundi nasib, seperti paragrap pertama.
Terhadap misi Rasulullah tersebut orang-orang kafir berusaha menghalang-halangi, lalu Allah memberikan kemenangan atas Rasulullah sehingga orang-orang kafir berputus asa untuk menghalangi misi Rasulullah tersebut, seperti paragraf kedua.
Atas kemenangan tersebut Allah Subhana wata'ala menurunkan wahyu -wahyu yang terakhir kali turun bahwa telah sempurna agama dan nikmat yang Allah berikan seperti yang termuat dalam paragraf ketiga,
Kemudian dalam paragraf ke empat di terangkan bila karena syariat Allah Ta'ala (hukum halal-Haram) orang menjadi kelaparan dan memakan yang haram karena terpaksa maka Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Bukankah susunan seperti itu adalah susunan seperti gunung-gunung, daratan, lautan, hutan yang menyebar di seluruh permukaan bumi, yang terkesan tidak teratur tetapi sejatinya harmonis dan seimbang.

Bukankah susunan ayat tersebut terkesan tidak teratur tetapi sejatinya sangat sempurna dan mengagumkan susunannya sebagai petunjuk hidup ?, seperti itu juga ayat-ayat lainnya di susun pada tempat dan urutan yang sangat tepat.

Semoga tulisan ini dapat menambah keimanan kita akan kemurnian Al Qur’an. Amin.

dikutip oleh Al Latif dari sumber :

4 komentar:

  1. Subhanallal alqur'an memang istimewa.....

    BalasHapus
  2. Syukron... ya dah comment... itulah Al Qur'an... gak perlu di raguin lagi.. so... makin yakinlah... oke....

    BalasHapus
  3. sama-sama... Kang izhonk.... semoga artikel ini bermanfaat untuk mendapatkan keberrkahan.... silakan sampaikan ke para sahabat....

    BalasHapus